shareapic.com

Jumat, 12 November 2010

Sifat Amanah Nabi


 “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat, dan dia banyak menyebut Allah”. (Q.S. Al-Ahzab [33]: 21).

Sahabatku,
Setelah Shiddiq, sifat Nabi dan Rasul berikutnya, yang pasti dimiliki, adalah Amanah, yang berarti dapat dipercaya. Rasulullah SAW sendiri sebelum menjadi Rasul, beliau sudah digelari Al Amin (Yang Dapat Dipercaya). Dengan demikian, tidak mungkin seorang Nabi dan Rasul bersifat khianat.

Allah SWT. berfirman: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya”. (Q.S. An-Nisa’ [4]: 58).

Sifat ” amanah” Nabi, mempunyai pengertian bahwa Nabi Muhammad SAW selalu menjaga amanah yang diembannya. Tidak pernah menggunakan wewenang dan otoritasnya sebagai nabi dan rasul atau sebagai pemimpin bangsa Arab untuk kepentingan pribadinya atau kepentingan keluarganya, namun yang dilakukan beliau semata untuk kepentingan Islam dan ajaran Allah.

Sebagai contoh bahwa beliau sangat amanah dalam suatu riwayat dikisahkan bahwa salah seorang sahabt beliau yang bernama Abu Thalhah pernah memberikan sebidang tanah yang subur kepada beliau tapi beliau tidak menggunakan tanah itu dengan seenaknya, tetapi beliau mencari sanak saudara abu thalhah yang berkehidupan kurang layak dan memberikan tanah itu untuk mereka, supaya taraf perekonomian mereka meningkat. Marilah kita selaku umatnya untuk berusaha menjadi orang yang amanah.

Dalam tarikh diriwayatkan pada suatu kali Rasulullah pernah berjanji kepada Abdullah bin Abdul Haitsma untuk datang ke suatu tempat yang disepakati pada hari tertentu. Abdullah lupa untuk singgah di tempat yang disepakati tersebut. Tiga hari kemudian, ia teringat janjinya dan pergi ke tempat itu. Di sana ia kaget, ternyata Muhammad masih menunggunya di hari yang ketiga.

Demikianlah pesona amanah yang memancar dari Nabi kita, yang sudah melekat jauh sebelum baginda memperoleh kenabian. Di tengah kaumnya, beliau adalah yang paling utama kepribadiannya, paling jujur tutur katanya, paling patuh memenuhi janji, dan paling bisa dipercaya, sehingga masyarakat menggelarinya al-Amin (yang dapat dipercaya).

Setelah baginda menjadi Nabi dan Rasul Allah, sifat amanah tidak hanya menempel pada perilakunya, tapi juga meluncur dari ujarannya. Maka, Nabi pun bersabda dalam sebuah ungkapan yang mengekspresikan kebesaran jiwa pengucapnya, "Tunaikanlah amanah terhadap orang yang mengamanatimu dan janganlah berkhianat terhadap orang yang mengkhianatimu," (HR Ahmad dan Abu Dawud).

Ingatlah juga saat Nabi Muhammad SAW. ikut menyelesaikan permusuhan di antara kaum Quraisy pada masa jahiliyah, yang membuahkan kesepakatan Hilf al-Fudhul. Perhatikan juga contoh teladan beliau ketika menjalankan bisnis Siti Khadijah (sebelum beliau menikah); juga ketika beliau mendamaikan para pemuka Quraisy yang bertikai tentang masalah siapa yang berhak meletakkan kembali Hajar Aswad di bangunan Ka’bah yang baru direnovasi. Semua itu menjadikan beliau dijuluki Al-Amien (yang dapat dipercaya) oleh kaumnya.

Jadi, Islam bukan hanya memerintahkan membangun budaya amanah yang terbukti memberikan makna positif bagi sebuah jalinan interaksi sosial, tapi juga membekali umatnya agar tidak terseret ke dalam arus budaya destruktif yang acapkali meruntuhkan pilar-pilar kekuatan dan keharmonisan hubungan sosial. Ketika muncul benih budaya khianat --orang sangat sulit dipegang kata dan janjinya, jangan kemudian malah dibesar-besarkan dan dipelintir sedemikian rupa sehingga tampak bersih, tapi harus dibasmi dengan sikap amanah dan kejujuran. Lebih-lebih ketika perilaku dusta dan khianat sudah menggurita dari tingkat bawah sampai tingkat atas, sikap amanah menjadi sangat mahal dan langka sekali.

Padahal, sikap bajik ini punya arti besar bagi pelakunya. Dalam bisnis, misalnya, kita tahu bahwa kepercayaan adalah modal dasar darinya. Sekali saja kepercayaan itu dinodai, maka rekan usaha akan kapok, sehingga Nabi menyatakan, "Sifat amanah mengundang datangnya rezeki, dan khianat mengundang datangnya kefakiran," (HR ad-Dailami).

Dalam hadist lain Rasulullah SAW bersabda: “Seorang pedagang yang amanah dan jujur (kelak di akhirat) berada bersama dengan para nabi, ash-shiddiqin, para syuhada’, dan orang-orang shalih.” (H.R. At-Tirmidzi)[4]
Wallahualam bissawab

Bârakallâhu lî wa lakum, Matur syukran n Terima kasih.
Semoga Bermanfaat ya
Jakarta, 11 Nopember 2010
Billahit taufiq wal hidayah
Wassalamualaikum wr.wb
Imam Puji Hartono/IPH(Gus Im)
"Utamakan SEHAT untuk duniamu, Utamakan AKHLAK dan SHALAT untuk akhiratmu"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar